Minggu, 02 Desember 2012

makalah nask dalam alquran


NASKH-MANSUKH
DALAM ALQURAN

Disampaikan untuk memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah               : Pengantar Study AlQuran
Dosen Pengampu       : Drs. A. Syathori, M.Ag



Oleh :
Inah Lesmana (14121110065)
PAIC / Semester 1 /Tarbiyah


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2012 / 1434 H

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka saya telah menyelesaikan sebuah makalah tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "
NASKH-MANSUKH DALAM  AL-QURAN", yang mmenurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari agama islam.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Cirebon, 04 Desember 2012

penulis









DAFTAR ISI

Kata pengantar …………………………………………………………………………………i
Daftar isi ………………………………………………………………………………………ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar belakang …………………………………………………………………………1
B.     Rumusan Masalah ……………………………………………………………………..1
C.     Tujuan …………………………………………………………………………………2
BAB II : PEMBAHASAN
A.    Definisi Naskh …………………………………………………………………………3
B.     Rukun Nask ……………………………………………………………………………4
C.     Syarat Naskh …………………………………………………………………………..4
D.    Cara mengetahui Nasikh dan Mansukh ……………………………………………….5
E.     Dasar-dasr penetapan Nasikh dan Mansukh …………………………………………..5
F.      Bentuk-bentuk dan Macam-macam Naskh dalam AlQuran …………………………..5
G.    Hikmah keberadaan Naskh ……………………………………………………………7
BAB III : KESIMPULAN …………………………………………………………………….8
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………..10


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu tema dalam Ulum Al-Quran yang mengundang perdebatan para ulama adalah mengenai nasikh dan mansukh. Perbedaan pendapat para ulama dalam menetapkan ada atau tidak adanya ayat-ayat mansukh (dihapus) dalam AL-Quran, antara lain dusebabkan adanya ayat-ayat yang tampak kontradiksi bila dilihat dari lahirnya. Sebagian ulama berpendapat bahwa diantara ayat-ayat tersebut , ada yan gtidak bias di kompromikan. Oleh karena itu, mereka menerima teori nasikh (penghapusan) dalam Al-Quran. Sebaliknya bagi para ulama yang berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut keseluruhannya bias dikompromikan, tidak mengakui teori penghapusan itu.
Ulam-ulama klasik yang menerima penghapusan dalam Al-Quran ternyata tidak sepakat dalam menentukan mana ayat yang menghapus (nasikh) dan mana ayat yang di hapus (mansukh). Dalam beberapa laporan yang sampai kepada kita, disebutkan bahwa terdapat kecenderungan dikalangan ulama klasik untuk menentukan jumlah ayat yang dihapus hingga mencapai bilangan yang fantastis. Ayat tentang jihad, misalnya telah dikatakan telah membatalkan sekitar 113 ayat yang mengandung perintah untuk bersifat sabar, pemaaf, dan toleran dalam keadaan tertekan. Ash-Suyuthi kemudian mereduksi ratusan ayat yang dinyatakan mansukh menjadi hanya 20 ayat. Syah Waliullah menguranginya hingga tersisa lima ayat. Melihat bagaimana jumlahnya seiring dengan jalannya sejarah, Sir Sayyid Ahmad Khan langsung menyebutkan bahwa Al-Quran tidak terdapat penghapusan.

Rumusa Masalah
Dari uraian yang telah dikemukakan, penulis akan membahas sebagai berikut :
A.     Definisi Naskh
B.     Rukun Naskh
C.     Syarat Naskh
D.     Cara mengetahui Naskh dan Mansukh
E.      Dasar-dasar penetapan Naskh dan Mansukh
F.      Bentuk-bentuk dan Macam-macam Naskh dan Mansukh
G.     Hikamh keberadaan Naskh

Tujuan
Dengan adanya makalah ini, diharapkan bisa menambah pengetahuan bagi kita mengenai materi “Naskh dan Mansukh dalam Al-Quran.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi Naskh
Secara etimologi : penghilangan (izalah), penggantian (tabdil), pengubahan (tahwil) dan pemindahan (naql).
1.      Penghilangan (izalah) seperti dalam QS Al Haj(22);52

22:52

Artinya :”Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” QS Al Haj(22);52

2.      Penggantian (tabdil) seperti dalam QS An-Nahl(16);101

16:101

Artinya :” Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: `Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja`. Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui”
3.      Pengubahan (tahwil) ; seperti tanasukh Al-Mawarits, artinya memalingkan pusaka dari seseorang kepada orang lain.

4.      Naql (memindahkan dari satu tempat ke tempat lain) seperti naskhtu Al-itaaba, yakni mengutip atau memindahkan isi kitab tersebut berikut lafazh dan tulisannya. Sebagian ulama menolak makna keempat ini, dengan alasan bahwa si nasikh tidak dapat mendatangkan lafazh yang di-mansukh itu, tetapi hanya mendatangkan lafazh lain.

Adapun bagi segi termologi, para ulama mendefinisikan naskh, dengan redaksi yang sedikit berbeda, tetapi denga pengertian yang sama, dengan : “raf’u Al-hukm Al-syar’i”(menghapuskan hukum syara dengan khitab syara pula) atau “raf’u Al-hukm bil Al-dalil Al-syar’i” (menghapuskan hokum syara dengan dalil syara yang lain). Terminologi “menghapuskan” dalam definisi tersebut adlaha terputusnya hubungan huku yang dihapus dari seorang mukallaf, dan bukan terhapusnya substansi hokum itu sendiri.

B.     Rukun Naskh
1.      Adat Naskh, adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hokum yang telah ada.
2.      Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hokum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasikh itu berasal dari Allah, karena Dia-lah yang membuat hokum dan Dia pulalah yang menghapusnya.
3.      Mansukh, yaitu hokum yang di batalkan, dihapuskna, atau dipindahkan.
4.      Mansukh, ‘ann, yaitu orang yang dibebani hukum.

C.     Syarat Naskh
Adapun syarat-syarat Nask adalah :
1.      Yang dibatalkan adalah hukum syara.
2.      Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara.
3.      Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti di naskh setelah selesai melaksanakan puasa tersebut.
4.      Tuntutan yang mengandung naskh harus datang kemudian.


D.    Cara mengetahui Naskh dan Mansukh
1.      Penjelasan langsung dari Rasulullah.
2.      Dalam suat Naskh terkadang terdapat keterangna yang menyatakan bahwa salah satu Naskh diturunkan terlebih dahulu.
3.      Berdasarkan keterangan dari periwayat hadis yang menyatakan satu hadis dikeluarkan tahun sekian dan hadis lain dikeluarkan tahun sekian.

E.     Dasar-dasar penetapan Naskh dan Mansukh
Manna Al-Qaththah menetapkan tiga dasar untuk menegaskan bahwa suatu ayat dinyatakan nasikh (menghapus) ayat lain mansukh (dihapus). Ketiga dasar adalah :
1.      Melalui pentransimisan yang jelas (an-naql Al-sharih) dari Nabi atau para sahabatnya seperti hadis “Kuntu naihaitukum anziyarat Al-qubur ala fazuruha” (aku (dulu) melarang kalian berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah).
2.      Melalui kesepakatan umat bahwa ayatini  nasikh dan ayat itu mansukh.
3.      Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga disebut nasikh, dan mana yang duluan turun, sehingga disebut mansukh.

Al-Qaththan menambahkan bahwa nasikh tida bias ditetapkan melalui prosedur ijtihad, pendapat ahli tafsir, karena adanya kontradisi antara beberapa dalil bila dilihat dari lahirnya, atau belakangnya keislaman salah seorang dari pembawa riwayat.

F.      Bentuk-bentuk dan Macam-macam Naskh dan Mansukh dalam Al-Quran
Berdasarkan kejelasan dan cakupannya, naskh dalam Al-Quran dibagi menjadi empat macam yaitu :
1.      Naskh sharih, yaitu ayat yang secaara jelas menghapus hokum yang terdapat pada ayat terdahulu. Misalnya ayat tentang perang (qital) pada ayat 65 surat Al-anfa [8] yang mengharuskan satu oran gmuslim melawan sepuluh kafir :
Artinya : “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.”

Ayat ini, menurut jumhul Ulama di Naskh oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama.
Artinya : “Sekarang, Allah telah meringankan kamu dan mengetahui pula bahwa kamu memiliki kelemahan. Maka jika ada diantara kamu seratu sorang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang kafir : dan jika diantara kamu terdapat seribu orang (yang sabar) mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang kafir.”
2.       Nasikh dhimmy yaitu jia terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak di kompromikan dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta kedua-duanya diketahui waktu turunnya ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang terdahulu. Contoh, ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi orang-orang yang akan mati yang terdapat dalam QS albaqarah(2):180.
Yang artinya :
“diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda)maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, untuk berwasiat bagi ibu-bapak serta karib kerabatnya secara ma’ruf.”
Ayat ini, menurut pendukung teori naskh di-naskh oleh hadis ia washiyyah li waris (tidak ada wasiat bagi ahli waris).
3.       Naskh kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya, ketentuan ‘iddah empat bulan sepuluh hari pada surat Al-Baqarah[2] ayat 234 di naskh oleh ketentuan iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang sama.
4.      Naskh Juz’iy yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi semua individu dengan hukum  yang hanya berlaku bagi sebagian individu/menghapus hokum yang bersifat mutlaq dengan hukum yang muqayyad . contohnya hukum dera 80x bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An-Nur[24] ayat 4 dihapus oleh ketentuan li’an, yaitu bersumpah empat kali dengan nama Allah, jika si penuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat yang sama.

Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas ulama membagi naskh kepada 3 macam yaitu :
1.      Penghapusan terhadap hukum dan bacaan (tilawah) secara bersamaan, ayat yang terbilan kategori ini tidak di benarkan dibaca dan tidak dibenarkan diamalkan, misalnya riwayat Al-bukhari dan Muslim, yaitu hadis Aisyah r.a.
2.      Penghapusan terdapat hukumnya saja, sedangkan bacaannya tetap ada. Contohnya, ajakan para penyembah berhala dari kalangan musyrikin kepada umat islam untuk saling bergantian dalam beribadah, telah dihapus oleh ketentuan ayat qital (peperangan). Akan tetapi, bunyi teks nya masih dapat kita temukan dalam surat Al-kafirun [109]:6

3.      Penghapusan terhadap bacaannya saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku. Contoh kategori ini biasanya diambil dari ayat rajam. Mula-mula ayat raja mini terbilang ayat Al-Quran , ayat yang dinyatakan mansukh bacaannya, sementara hukumnya tetap berlaku.

Adapaun dari sisi otoritas mana yang lebih berhak menghapus sebuah naskh, para ulama membagi naskh kedalam empat macam :
1.      Naskh Al-Quran dengan Al-Quran : para ulama sepakat akan kebolehannya.
2.      Naskh Al-Quran dengan Assunnah
3.      Naskh assunnah dengan Al-Quran.
4.      Naskh Assunnah dengan Assunnah.


G.    Hikamh keberadaan Naskh
Menurut Manna’ Al-Qaththan terdapat empat hikmah keberadaan ketentuan naskh, yaitu :
1.      Menjaga kemaslahatan hamba.
2.      Pengembangan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
3.      Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang kemudian di hapus.
4.      Merupakan kebaian dan kemudahan bagi umat. Sebab apabila ketentuan nasikh lebih berat daripada ketentuan mansukh, berate mengandung konsekuensi pertambahan pahala. Sebaliknya, jika ketentuan dalam nasikh lebih mudah daripada ketentuan mansukh, itu berarti kemudahan bagi umat.


BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan dari uraian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Definisi Naskh :
a.       Secara etimologi : penghilangan (izalah), penggantian (tabdil), pengubahan (tahwil) dan pemindahan (naql).
b.      “raf’u Al-hukm Al-syar’i”(menghapuskan hukum syara dengan khitab syara pula) atau “raf’u Al-hukm bil Al-dalil Al-syar’i” (menghapuskan hokum syara dengan dalil syara yang lain).

2.      Rukun Naskh ada empat, yaitu :
a.       Adat Naskh
b.      Nasikh
c.       Mansukh
d.      Mansukh ‘ann

3.      Syarat Naskh :
a.       Yang dibatalkan adalah hukum syara.
b.      Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara.
c.       Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hokum.
d.      Tuntutan yang mengandung naskh harus datang kemudian.

4.      Cara mengetahui Nasikh dan Mansukh
a.       Penjelasan langsung dari Rasulullah.
b.      Dalam suat Naskh terkadang terdapat keterangna yang menyatakan bahwa salah satu Naskh diturunkan terlebih dahulu.
c.       Berdasarkan keterangan dari periwayat hadis yang menyatakan satu hadis dikeluarkan tahun sekian dan hadis lain dikeluarkan tahun sekian.



5.      Dasar-dasar penetapan Nasikh dan mansukh
a.       Melalui pentransimisan yang jelas (an-naql Al-sharih) dari Nabi atau para sahabatnya
b.      Melalui kesepakatan umat bahwa ayatini  nasikh dan ayat itu mansukh.
c.       Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga disebut nasikh, dan mana yang duluan turun, sehingga disebut mansukh.

6.      Bentuk-bentuk dan Macam-macam Naskh dalam Al-Quran
a.       Naskh sharih
b.      Naskh dhimmy
c.       Naskh kully
d.      Naskh juz’iy

7.      Hikmah keberadaan Naskh
a.       Menjaga kemaslahatan hamba.
b.      Pengembangan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
c.       Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang kemudian di hapus.
d.      Merupakan kebaian dan kemudahan bagi umat.









DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shaabuuniy, muhamad Ali. 2008. Study Ilmu Al-Quran. Bandung: CV Pustaka Setia.
Anwar, Rosihon. 2007. Ulum Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia.


 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar