NASKH-MANSUKH
DALAM
ALQURAN
Disampaikan
untuk memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah : Pengantar Study AlQuran
Dosen Pengampu : Drs. A. Syathori, M.Ag
Oleh
:
Inah
Lesmana (14121110065)
PAIC
/ Semester 1 /Tarbiyah
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH
NURJATI CIREBON
2012
/ 1434 H
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka saya telah
menyelesaikan sebuah makalah tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul " NASKH-MANSUKH DALAM AL-QURAN", yang mmenurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari agama islam.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul " NASKH-MANSUKH DALAM AL-QURAN", yang mmenurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari agama islam.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Cirebon, 04 Desember 2012
penulis
DAFTAR ISI
Kata
pengantar …………………………………………………………………………………i
Daftar
isi ………………………………………………………………………………………ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar
belakang …………………………………………………………………………1
B. Rumusan
Masalah ……………………………………………………………………..1
C. Tujuan …………………………………………………………………………………2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Definisi
Naskh …………………………………………………………………………3
B. Rukun
Nask ……………………………………………………………………………4
C. Syarat
Naskh …………………………………………………………………………..4
D. Cara
mengetahui Nasikh dan Mansukh ……………………………………………….5
E. Dasar-dasr
penetapan Nasikh dan Mansukh …………………………………………..5
F. Bentuk-bentuk
dan Macam-macam Naskh dalam AlQuran …………………………..5
G. Hikmah
keberadaan Naskh ……………………………………………………………7
BAB
III : KESIMPULAN …………………………………………………………………….8
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………………………..10
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Salah
satu tema dalam Ulum Al-Quran yang mengundang perdebatan para ulama adalah
mengenai nasikh dan mansukh. Perbedaan pendapat para ulama dalam menetapkan ada
atau tidak adanya ayat-ayat mansukh (dihapus) dalam AL-Quran, antara lain
dusebabkan adanya ayat-ayat yang tampak kontradiksi bila dilihat dari lahirnya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa diantara ayat-ayat tersebut , ada yan gtidak
bias di kompromikan. Oleh karena itu, mereka menerima teori nasikh (penghapusan)
dalam Al-Quran. Sebaliknya bagi para ulama yang berpendapat bahwa ayat-ayat
tersebut keseluruhannya bias dikompromikan, tidak mengakui teori penghapusan
itu.
Ulam-ulama
klasik yang menerima penghapusan dalam Al-Quran ternyata tidak sepakat dalam
menentukan mana ayat yang menghapus (nasikh) dan mana ayat yang di hapus
(mansukh). Dalam beberapa laporan yang sampai kepada kita, disebutkan bahwa
terdapat kecenderungan dikalangan ulama klasik untuk menentukan jumlah ayat
yang dihapus hingga mencapai bilangan yang fantastis. Ayat tentang jihad,
misalnya telah dikatakan telah membatalkan sekitar 113 ayat yang mengandung
perintah untuk bersifat sabar, pemaaf, dan toleran dalam keadaan tertekan.
Ash-Suyuthi kemudian mereduksi ratusan ayat yang dinyatakan mansukh menjadi
hanya 20 ayat. Syah Waliullah menguranginya hingga tersisa lima ayat. Melihat
bagaimana jumlahnya seiring dengan jalannya sejarah, Sir Sayyid Ahmad Khan
langsung menyebutkan bahwa Al-Quran tidak terdapat penghapusan.
Rumusa
Masalah
Dari uraian yang telah
dikemukakan, penulis akan membahas sebagai berikut :
A.
Definisi Naskh
B.
Rukun Naskh
C.
Syarat Naskh
D.
Cara mengetahui Naskh dan Mansukh
E.
Dasar-dasar penetapan Naskh dan Mansukh
F.
Bentuk-bentuk dan Macam-macam Naskh dan
Mansukh
G.
Hikamh keberadaan Naskh
Tujuan
Dengan adanya makalah
ini, diharapkan bisa menambah pengetahuan bagi kita mengenai materi “Naskh dan
Mansukh dalam Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Naskh
Secara etimologi : penghilangan
(izalah), penggantian (tabdil), pengubahan (tahwil) dan pemindahan (naql).
1.
Penghilangan (izalah) seperti dalam QS
Al Haj(22);52
Artinya
:”Dan Kami tidak mengutus sebelum
kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia
mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap
keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan
Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” QS
Al Haj(22);52
2.
Penggantian (tabdil) seperti dalam QS
An-Nahl(16);101
Artinya
:” Dan
apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya
padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata:
`Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja`. Bahkan kebanyakan
mereka tiada mengetahui”
3.
Pengubahan (tahwil) ; seperti tanasukh
Al-Mawarits, artinya memalingkan pusaka dari seseorang kepada orang lain.
4.
Naql (memindahkan dari satu tempat ke
tempat lain) seperti naskhtu Al-itaaba, yakni mengutip atau memindahkan isi
kitab tersebut berikut lafazh dan tulisannya. Sebagian ulama menolak makna
keempat ini, dengan alasan bahwa si nasikh tidak dapat mendatangkan lafazh yang
di-mansukh itu, tetapi hanya mendatangkan lafazh lain.
Adapun bagi segi termologi, para ulama
mendefinisikan naskh, dengan redaksi yang sedikit berbeda, tetapi denga
pengertian yang sama, dengan : “raf’u Al-hukm Al-syar’i”(menghapuskan hukum
syara dengan khitab syara pula) atau “raf’u Al-hukm bil Al-dalil Al-syar’i”
(menghapuskan hokum syara dengan dalil syara yang lain). Terminologi
“menghapuskan” dalam definisi tersebut adlaha terputusnya hubungan huku yang
dihapus dari seorang mukallaf, dan bukan terhapusnya substansi hokum itu
sendiri.
B.
Rukun
Naskh
1.
Adat Naskh, adalah pernyataan yang
menunjukkan adanya pembatalan hokum yang telah ada.
2.
Nasikh, yaitu dalil kemudian yang
menghapus hokum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasikh itu berasal dari Allah,
karena Dia-lah yang membuat hokum dan Dia pulalah yang menghapusnya.
3.
Mansukh, yaitu hokum yang di batalkan,
dihapuskna, atau dipindahkan.
4.
Mansukh, ‘ann, yaitu orang yang dibebani
hukum.
C.
Syarat
Naskh
Adapun syarat-syarat Nask adalah :
1.
Yang dibatalkan adalah hukum syara.
2.
Pembatalan itu datangnya dari tuntutan
syara.
3.
Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh
berakhirnya waktu pemberlakuan hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban
berpuasa tidak berarti di naskh setelah selesai melaksanakan puasa tersebut.
4.
Tuntutan yang mengandung naskh harus
datang kemudian.
D.
Cara
mengetahui Naskh dan Mansukh
1.
Penjelasan langsung dari Rasulullah.
2.
Dalam suat Naskh terkadang terdapat
keterangna yang menyatakan bahwa salah satu Naskh diturunkan terlebih dahulu.
3.
Berdasarkan keterangan dari periwayat
hadis yang menyatakan satu hadis dikeluarkan tahun sekian dan hadis lain
dikeluarkan tahun sekian.
E.
Dasar-dasar
penetapan Naskh dan Mansukh
Manna Al-Qaththah menetapkan tiga dasar
untuk menegaskan bahwa suatu ayat dinyatakan nasikh (menghapus) ayat lain
mansukh (dihapus). Ketiga dasar adalah :
1.
Melalui pentransimisan yang jelas
(an-naql Al-sharih) dari Nabi atau para sahabatnya seperti hadis “Kuntu
naihaitukum anziyarat Al-qubur ala fazuruha” (aku (dulu) melarang kalian
berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah).
2.
Melalui kesepakatan umat bahwa
ayatini nasikh dan ayat itu mansukh.
3.
Melalui studi sejarah, mana ayat yang
lebih belakang turun, sehingga disebut nasikh, dan mana yang duluan turun,
sehingga disebut mansukh.
Al-Qaththan menambahkan
bahwa nasikh tida bias ditetapkan melalui prosedur ijtihad, pendapat ahli
tafsir, karena adanya kontradisi antara beberapa dalil bila dilihat dari
lahirnya, atau belakangnya keislaman salah seorang dari pembawa riwayat.
F.
Bentuk-bentuk
dan Macam-macam Naskh dan Mansukh dalam Al-Quran
Berdasarkan kejelasan dan cakupannya,
naskh dalam Al-Quran dibagi menjadi empat macam yaitu :
1.
Naskh sharih, yaitu ayat yang secaara
jelas menghapus hokum yang terdapat pada ayat terdahulu. Misalnya ayat tentang
perang (qital) pada ayat 65 surat Al-anfa [8] yang mengharuskan satu oran
gmuslim melawan sepuluh kafir :
Artinya
: “Hai Nabi, kobarkanlah semangat
para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara
kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada
seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu
daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti.”
Ayat ini, menurut jumhul Ulama di Naskh oleh ayat
yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam
surat yang sama.
Artinya : “Sekarang, Allah telah meringankan kamu
dan mengetahui pula bahwa kamu memiliki kelemahan. Maka jika ada diantara kamu
seratu sorang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang
kafir : dan jika diantara kamu terdapat seribu orang (yang sabar) mereka akan
dapat mengalahkan dua ribu orang kafir.”
2.
Nasikh
dhimmy yaitu jia terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak di
kompromikan dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta
kedua-duanya diketahui waktu turunnya ayat yang datang kemudian menghapus ayat
yang terdahulu. Contoh, ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi
orang-orang yang akan mati yang terdapat dalam QS albaqarah(2):180.
Yang
artinya :
“diwajibkan
atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda)maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, untuk berwasiat bagi ibu-bapak serta karib
kerabatnya secara ma’ruf.”
Ayat
ini, menurut pendukung teori naskh di-naskh oleh hadis ia washiyyah li waris
(tidak ada wasiat bagi ahli waris).
3.
Naskh
kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya,
ketentuan ‘iddah empat bulan sepuluh hari pada surat Al-Baqarah[2] ayat 234 di
naskh oleh ketentuan iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang sama.
4.
Naskh Juz’iy yaitu menghapus hukum umum
yang berlaku bagi semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian
individu/menghapus hokum yang bersifat mutlaq dengan hukum yang muqayyad .
contohnya hukum dera 80x bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa adanya
saksi pada surat An-Nur[24] ayat 4 dihapus oleh ketentuan li’an, yaitu
bersumpah empat kali dengan nama Allah, jika si penuduh suami yang tertuduh,
pada ayat 6 dalam surat yang sama.
Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya,
mayoritas ulama membagi naskh kepada 3 macam yaitu :
1.
Penghapusan terhadap hukum dan bacaan
(tilawah) secara bersamaan, ayat yang terbilan kategori ini tidak di benarkan
dibaca dan tidak dibenarkan diamalkan, misalnya riwayat Al-bukhari dan Muslim,
yaitu hadis Aisyah r.a.
2.
Penghapusan terdapat hukumnya saja,
sedangkan bacaannya tetap ada. Contohnya, ajakan para penyembah berhala dari
kalangan musyrikin kepada umat islam untuk saling bergantian dalam beribadah,
telah dihapus oleh ketentuan ayat qital (peperangan). Akan tetapi, bunyi teks
nya masih dapat kita temukan dalam surat Al-kafirun [109]:6
3.
Penghapusan terhadap bacaannya saja,
sedangkan hukumnya tetap berlaku. Contoh kategori ini biasanya diambil dari
ayat rajam. Mula-mula ayat raja mini terbilang ayat Al-Quran , ayat yang
dinyatakan mansukh bacaannya, sementara hukumnya tetap berlaku.
Adapaun dari sisi otoritas mana yang
lebih berhak menghapus sebuah naskh, para ulama membagi naskh kedalam empat
macam :
1.
Naskh Al-Quran dengan Al-Quran : para
ulama sepakat akan kebolehannya.
2.
Naskh Al-Quran dengan Assunnah
3.
Naskh assunnah dengan Al-Quran.
4.
Naskh Assunnah dengan Assunnah.
G.
Hikamh
keberadaan Naskh
Menurut Manna’ Al-Qaththan terdapat
empat hikmah keberadaan ketentuan naskh, yaitu :
1.
Menjaga kemaslahatan hamba.
2.
Pengembangan pensyariatan hukum sampai
kepada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwah dan kondisi
manusia itu sendiri.
3.
Menguji kualitas keimanan mukallaf
dengan cara adanya perintah yang kemudian di hapus.
4.
Merupakan kebaian dan kemudahan bagi
umat. Sebab apabila ketentuan nasikh lebih berat daripada ketentuan mansukh,
berate mengandung konsekuensi pertambahan pahala. Sebaliknya, jika ketentuan
dalam nasikh lebih mudah daripada ketentuan mansukh, itu berarti kemudahan bagi
umat.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan dari uraian
di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Definisi Naskh :
a. Secara
etimologi : penghilangan (izalah), penggantian (tabdil), pengubahan (tahwil)
dan pemindahan (naql).
b. “raf’u
Al-hukm Al-syar’i”(menghapuskan hukum syara dengan khitab syara pula) atau
“raf’u Al-hukm bil Al-dalil Al-syar’i” (menghapuskan hokum syara dengan dalil
syara yang lain).
2. Rukun Naskh ada empat, yaitu :
a. Adat
Naskh
b. Nasikh
c. Mansukh
d. Mansukh
‘ann
3. Syarat Naskh :
a. Yang
dibatalkan adalah hukum syara.
b. Pembatalan
itu datangnya dari tuntutan syara.
c. Pembatalan
hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hokum.
d. Tuntutan
yang mengandung naskh harus datang kemudian.
4. Cara mengetahui Nasikh dan Mansukh
a. Penjelasan
langsung dari Rasulullah.
b. Dalam
suat Naskh terkadang terdapat keterangna yang menyatakan bahwa salah satu Naskh
diturunkan terlebih dahulu.
c. Berdasarkan
keterangan dari periwayat hadis yang menyatakan satu hadis dikeluarkan tahun
sekian dan hadis lain dikeluarkan tahun sekian.
5. Dasar-dasar penetapan Nasikh dan
mansukh
a. Melalui
pentransimisan yang jelas (an-naql Al-sharih) dari Nabi atau para sahabatnya
b. Melalui
kesepakatan umat bahwa ayatini nasikh
dan ayat itu mansukh.
c. Melalui
studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga disebut nasikh,
dan mana yang duluan turun, sehingga disebut mansukh.
6. Bentuk-bentuk dan Macam-macam Naskh
dalam Al-Quran
a. Naskh
sharih
b. Naskh
dhimmy
c. Naskh
kully
d. Naskh
juz’iy
7. Hikmah keberadaan Naskh
a. Menjaga
kemaslahatan hamba.
b. Pengembangan
pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempurnaan seiring dengan
perkembangan dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
c. Menguji
kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang kemudian di hapus.
d. Merupakan
kebaian dan kemudahan bagi umat.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shaabuuniy, muhamad
Ali. 2008. Study Ilmu Al-Quran. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Anwar, Rosihon. 2007. Ulum Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar